• Sikap Islam Menghadapi Ketidakjujuran dalam Beragama

  • New Masyarakat.net
  • Sikap Islam Menghadapi Ketidakjujuran dalam Beragama

    Aswar Hasan (aras)

    Aswar Hasan

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

    "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan jadilah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah: 119)
    Mufassir Terkenal Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan seruan tegas kepada orang-orang yang beriman untuk:

    (1) Bertakwa kepada Allah, yaitu menjaga diri dari murka Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
    (2) Bersama orang-orang yang jujur—baik dalam ucapan, niat, dan perbuatan.

    Beliau  menyebutkan bahwa para "ṣādiqīn" (orang-orang yang jujur) mencakup: Orang yang jujur dalam iman mereka. Jujur dalam komitmen kepada agama. Jujur dalam kesetiaan kepada Rasulullah ﷺ dan tidak munafik. Beliau kemudian menukil  sahabat Nabi, yaitu Abdullah bin Mas'ud, yang menyatakan bahwa; "Wajib bagi kalian untuk selalu berkata benar, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan membawa ke surga.” 

    Sementara itu Al-Qurthubi menyebutkan bahwa ayat ini turun sebagai bentuk peringatan kepada kaum Mukminin agar mereka tidak seperti orang-orang munafik yang senantiasa berdusta dan berkhianat. Ia menekankan: "Perintah untuk kūnū ma‘aṣ-ṣādiqīn adalah kewajiban sosial dan moral: seseorang harus berada dalam lingkungan orang-orang jujur dan menjadikan kejujuran sebagai identitas bersama."

    Imam Jalaluddin al-Mahalli as-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn menafsirkan agar selalu bersama orang-orang yang jujur dalam keimanan mereka, baik secara lahir maupun batin.” Artinya, kejujuran tidak hanya dalam ucapan, tapi juga dalam keyakinan dan tindakan nyata. Kejujuran adalah dasar utama dalam hubungan antara manusia dan Allah serta antara manusia dengan sesamanya.

    Dalam makna Kontekstual dan bernegara, ayat ini menegaskan bahwa orang-orang beriman tidak boleh berpihak kepada kebohongan atau membiarkan kezaliman tanpa suara. Mereka harus berada di pihak orang-orang yang berkata dan bertindak benar—terutama saat kejujuran menjadi hal langka di tengah masyarakat yang permisif terhadap kepalsuan. 

    JANGAN BIARKAN DUSTA MERAJALELA

    Ketika dusta menjadi tata bahasa kekuasaan dan kebohongan disulap menjadi strategi politik, maka seorang Muslim diuji: apakah ia akan diam, ikut arus, atau menjadi suara kejujuran yang melawan arus? di tengah hiruk-pikuk politik yang kerap diwarnai manipulasi, kepalsuan, dan kepentingan pribadi, ajaran Islam tampil sebagai pelita bagi umatnya—mengajak untuk tetap jujur, tegas, dan adil, meski harus melawan arus kekuasaan yang bengkok.
    Islam tidak hanya agama yang mengatur ibadah, tetapi juga akhlak dalam kehidupan publik, termasuk dalam urusan kenegaraan.

    Dituntut keberpihakan moral kepada orang-orang yang menjunjung tinggi kebenaran. Dalam konteks bernegara, ini berarti keberpihakan kepada transparansi, akuntabilitas, dan integritas, bukan kepada elit yang memutarbalikkan fakta demi kekuasaan.

    Ketidakjujuran dalam ranah negara bukan hanya persoalan etika, tapi juga krisis akhlak yang membahayakan keadilan sosial. Jika elite politik dan birokrat berbohong demi melindungi kepentingan kelompok atau membungkam kritik, maka kepercayaan publik hancur. Ketika kepercayaan sirna, negara menjadi lahan subur bagi kezaliman.

    Dalam hadis sahih, Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan: "Tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata, dia berdusta; apabila berjanji, dia ingkari; dan apabila dipercaya, dia khianat. (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menggambarkan karakter yang tidak hanya dibenci dalam agama, tetapi juga berbahaya dalam dunia pemerintahan.

    Jika pemimpin suatu bangsa memiliki tiga karakter ini, maka kehancuran tinggal menunggu waktu. Seorang Muslim, apalagi yang menjadi bagian dari masyarakat sipil atau birokrasi, wajib menjadikan hadis ini sebagai kompas moral dalam menyikapi ketidakjujuran publik.

    Ulama besar Islam seperti Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis: “Diam atas kebatilan ketika engkau mampu menolaknya adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah ilmu dan iman.” Kutipan ini menjadi tamparan bagi siapapun yang memilih diam atas kebohongan dalam bernegara, padahal ia tahu dan mampu bersuara.


  • Baca Juga :

  • Dalam Islam, mendiamkan kebohongan adalah bentuk pasif dari pengkhianatan. Oleh karena itu, seorang Muslim harus memiliki keberanian moral untuk bersikap—bukan dengan anarkisme atau hujatan, tetapi dengan ketegasan, argumentasi, dan akhlak.

    Rasulullah ﷺ bersabda: "Sebaik-baik jihad adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi). Hadis ini tidak mengajak kepada pemberontakan fisik, tetapi menegaskan bahwa keberanian menyampaikan kebenaran dalam sistem kekuasaan adalah bentuk jihad yang paling utama. Dalam konteks negara demokrasi, jihad ini bisa berupa kritik konstitusional, advokasi publik, jurnalisme investigatif, dan partisipasi aktif dalam reformasi sistem.

    PERINGATAN KAUM CENDEKIAWAN

    Yusuf Al-Qaradawi dalam Fiqh Daulah menyatakan: “Seorang Muslim tidak boleh pasif dalam politik. Ketika kebohongan dan korupsi menggerogoti negara, maka keterlibatan aktif umat menjadi bagian dari perintah amar ma’ruf nahi munkar.”

    Beliau menekankan bahwa amar ma’ruf nahi munkar bukan semata urusan pribadi dan keluarga, tetapi mencakup sistem dan kebijakan bernegara. Maka, ketika sistem dibuat untuk menutupi kejahatan atau mengelabui rakyat, umat Islam harus mengambil sikap.

    Begitu pula dengan  Ali Shariati, cendekiawan revolusioner asal Iran, yang mengatakan: “Seorang Muslim intelektual adalah nabi sosial. Ia harus berani menegur kekuasaan yang menyimpang, bukan justru menjilatnya.”

    Pernyataan ini mengandung pesan bahwa keberislaman tidak cukup ditunjukkan dengan ritual, tapi juga dengan posisi moral di tengah masyarakat yang manipulatif. Ketika kebohongan menjadi sistemik, maka keberanian menjadi jalan spiritual. 

    Cucu pendiri Ikhwanul Muslimin, Tariq Ramadan,  dalam berbagai tulisannya menyebutkan bahwa integritas adalah identitas seorang Muslim. Ia menulis: “Ketika seorang Muslim terlibat dalam kekuasaan, ia tidak boleh menggadaikan kebenaran demi stabilitas semu.”

    Dalam konteks Indonesia, misalnya, ketika rakyat dicekoki informasi yang tidak utuh, ketika penyimpangan hukum dikaburkan dengan narasi-narasi kosong, maka Muslim yang saleh bukan hanya diam di mimbar masjid, tetapi ia menghidupkan ruh Islam dalam ruang publik—menjadi kontrol, dan menjadi penjaga nurani berbangsa.

    Allah Swt.  berfirman: "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka."(QS. Hud: 113)

    Ayat ini memperingatkan bahwa berpihak, berkompromi, atau bahkan membela penguasa yang berdusta adalah bagian dari kezaliman itu sendiri. Sikap netral dalam menghadapi kebohongan sistemik justru adalah bentuk keberpihakan terhadap kebatilan.

    Dengan demikian, menjadi Muslim dalam negara yang sedang dililit ketidakjujuran adalah ujian spiritual sekaligus panggilan moral. Bahwa Islam tidak mengajarkan untuk diam atau menjadi penonton atas kebatilan, tetapi mengajak umatnya menjadi subjek perubahan.

    Dengan kejujuran sebagai prinsip, amar ma’ruf nahi munkar sebagai semangat, dan adab sebagai cara, seorang Muslim bisa menjadi cahaya di tengah gelapnya kebohongan negara. Karena Islam datang untuk menegakkan keadilan, bukan menjadi saksi bisu atas kerusakan moral bangsa. Wallahu a’lam bisawwabe.





  • Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:

  • Tag :

  • Komentar :

  • Share :



Baca Lainnya



Zohran\'s Victory, Democratic Party Leaders, and AIPAC

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Setiap Manusia Pasti Diuji Sesuai Kemampuannya

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Mengapa Dakwah Dr Zakir Naik Ditolak?

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Harapan Itu Semakin Nampak!

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0



Happy 4th of July!

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Politik dan Identitas Keislaman

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

JIHAD BESAR

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0