-
Kejujuran Salah Satu Karakter Pemimpin Islam
-
New Masyarakat.net
-
Aswar Hasan (aras)
Aswar Hasan
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
"Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa berkata jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur (ṣiddīq). Dan sesungguhnya dusta membawa kepada kefajiran, dan kefajiran membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta." (HR. al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607
Imam Syafi’i, salah satu imam besar dalam Islam, berkata bahwa ada lima karakter utama yang wajib dimiliki oleh setiap pemimpin, yakni; bicara jujur, pandai menyimpan rahasia, menepati janji, mengawali dalam nasihat, dan menjalankan amanah. Kelima karakter ini bukan hanya menjadi dasar kepemimpinan yang efektif, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral yang tinggi yang wajib dijaga oleh siapa pun yang memikul tanggung jawab publik
Pertama, bicara jujur merupakan fondasi dari kepercayaan. Seorang pemimpin yang terbiasa berkata jujur akan mendapatkan kepercayaan dari rakyatnya. Kejujuran adalah kunci utama dalam membangun komunikasi yang sehat dan kredibel antara pemimpin dan yang dipimpin. Tanpa kejujuran, seorang pemimpin akan mudah kehilangan wibawa atau kepercayaan dan legitimasinya. Bahkan, Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran karena ia adalah pintu menuju kebaikan dan surga, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW di atas
Kedua, seorang pemimpin harus pandai menyimpan rahasia. Dalam konteks kepemimpinan, banyak informasi penting yang tidak boleh disebarluaskan kepada publik karena dapat menimbulkan keresahan atau bahkan berbahaya. Seorang pemimpin yang tidak bisa menjaga rahasia akan merusak stabilitas dan kepercayaan lembaga yang dipimpinnya. Menyimpan rahasia juga menunjukkan kematangan emosional dan kemampuan seorang pemimpin untuk bertindak bijak dalam situasi genting
Dikisahkan Abdullah bin Umar, RA menceritakan bahwa ketika saudari perempuannya Hafshah bintu Umar menjanda, Umar bin Khattab, RA lalu menawarkan Hafshah kepada Utsman. Utsman, RA lalu menolak tawaran Umar. Umar kemudian menawarkan Hafshah kepada sahabat yang lain, yaitu Abu Bakr Ash Shiddiq, RA Abu Bakr, RA hanya terdiam, tidak memberi jawaban. Umar pun menjadi marah kepada Abu Bakr.
Setelah beberapa hari, Rasulullah SAW ternyata datang meminang Hafshah. Umar pun lantas menikahkan putrinya itu dengan Rasulullah SAW.
Setelah itu, Abu Bakar menemui Umar dan berkata, "Mungkin engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah, tetapi aku tidak memberikan jawaban?"
Umar berkata, "Ya."
-
Baca Juga :
- Reshuffle Menkeu, Momentum Kembalikan Politik Anggaran ke Amanat Konstitusi
- Prof. KH Husnan Bey Fananie: Ulama Intelektual yang Siap Mengembalikan Kiblat Politik Umat Islam ke PPP
-
Abu Bakar lalu berkata, "Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberi jawaban atas tawaranmu, hanya saja sebelumnya aku telah mendengar Nabi, SAW pernah menyebut-nyebut nama Hafshah. Oleh karena itu, aku tidak akan menyebarkan rahasia Rasulullah SAW. Andaikata beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, sungguh akulah yang akan menikahinya." (HR Bukhari).
Ketiga, menepati janji yang pernah disetujui atau diucapkannya merupakan bentuk integritas dari konsistensi moral. Pemimpin yang menepati janjinya menunjukkan bahwa ia memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap ucapan serta kebijakan yang telah ia sampaikan. Ketika janji-janji politik atau program kerja ditepati, kepercayaan publik akan meningkat dan stabilitas sosial dapat terjaga. Sebaliknya, pemimpin yang ingkar janji akan mudah kehilangan kepercayaan publik dan sehingga bisa menciptakan ketidakpuasan di kalangan rakyat yang dipimpinnya.
Keempat, seorang pemimpin hendaknya mengawali dalam nasihat, yaitu tidak segan untuk mengingatkan dan menegur terutama stafnya apalagi bawahannya dengan cara yang bijak demi perbaikan. Pemimpin tidak hanya menentukan arah kebijakan kepemimpinannya, tetapi juga pendidik moral bagi masyarakatnya. Dengan memberi nasihat, pemimpin menunjukkan kepeduliannya terhadap kebaikan bersama. Ia tidak hanya diam melihat kesalahan, melainkan turut aktif dalam memperbaiki/membangun masyarakat secara bermartabat. Namun demikian, nasihat yang baik adalah yang dimulai dari diri sendiri, sehingga menjadi contoh teladan sebelum menjadi pengkritik terhadap masyarakat yang dimpinnya.
Kelima, dan yang tak kalah penting, adalah menjalankan amanah. Kepemimpinan adalah sebuah titipan yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Amanah mencakup keadilan, keberpihakan pada kebenaran, dan kesetiaan terhadap tanggung jawab yang diberikan. Seorang pemimpin yang amanah akan selalu berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, tanpa diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Kelima karakter tersebut merupakan pilar utama dan penting bagi pemimpin sehingga jika diamalkan tidak hanya sukses secara administratif, tetapi juga akan berintegritas secara moral dan spiritual. Dalam konteks masa kini, pesan Imam Syafi’i tersebut masih relevan sebagai pedoman bagi para pemimpin di semua bidang, baik di pemerintahan, organisasi, maupun komunitas. Kepemimpinan yang kuat dan bermartabat hanya bisa dibangun di atas pondasi karakter yang kokoh dengan nilai-nilai luhur seperti nilai tersebut di atas. Wallahu a’lam bisawwabe.
-
Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:
-
Tag :
-
Komentar :
-
Share :