-
Direktur DJKI: Rekonstruksi Pengelolaan Royalti Karya Cipta dan Pemanfaatan Ekonomi Ciptaan Tidak Diketahui Penciptanya di Indonesia
-
New Masyarakat.net
-
Direktur DJKI: Rekonstruksi Pengelolaan Royalti Karya Cipta dan Pemanfaatan Ekonomi Ciptaan Tidak Diketahui Penciptanya di Indonesia
Jakarta, MASYARAKAT.NET- Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damarsasongko menyampaikan hasil kajiannya terkait Rekonstruksi Pengelolaan Royalti Karya Cipta dan Pemanfaatan Ekonomi Ciptaan yang Tidak Diketahui Penciptanya (Orphan Works) di Indonesia. Kajian dilakukan menggunakan penelitian kualitatif yaitu melukiskan fakta-fakta dengan bahan hukum primer, sekunder dan tertier melalui pendekatan normative yuridis.
Dalam penelitiannya, Agung menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan meneliti tentang pengaturan dan implementasi hak cipta yang tidak diketahui penciptanya dalam melakukan pengelolaan royalti karya cipta lagu dan/atau musik atas pemanfaatan ekonomi ciptaan.
“Dari hasil kajian, dapat dilihat bahwa pengaturan hak cipta lagu dan/atau musik yang tidak diketahui penciptanya terdapat pada Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana negara memegang peranan,” ujarnya di Ruang Auditorium Prof. Suherman Gedung H Kampus A Universitas Trisakti, Jakarta Barat pada 26 Juli 2025.
Agung menyatakan bahwa kajian ini belum sepenuhnya dilaksanakan karena dalam ketentuan Pasal 39 UU Nomor 28 Tahun 2014 tidak ada ketentuan yang mengatur pengelolaan royalti atas hak cipta yang tidak diketahui penciptanya sehingga terdapat kasus-kasus terkait hak cipta yang tidak diketahui penciptanya yang seharusnya menjadi kewenangan negara untuk memegang hak ciptanya dan mengelola royaltinya, tetapi tidak dapat dilaksanakan.
“Saat ini penarikan royalti untuk hak cipta yang tidak diketahui penciptanya dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif dengan memasukkan sebagai dana unclaim, Ketika jangka waktu 2 tahun diketahui penciptanya maka akan diserahkan kepada yang berhak, namun apabila tidak diketahui penciptanya maka akan diberikan untuk kepentingan sosial dari pencipta yang lain,” tambah Agung.
Disisi lain, tidak ada lembaga khusus yang bertanggung jawab, ketika Negara memegang hak cipta maka kedudukannya akan sama dengan pemegang hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Nomor 28 Tahun 2014.
-
Baca Juga :
- Berjumpa Menteri BUMN, Wamen PKP Fahri Hamzah Bahas Pembentukan Semacam "Bulog Perumahan" untuk Atasi Backlog Hunian
- Bertemu Gubernur Jakarta, Wamen Fahri Hamzah Tekankan Pendekatan 'Membangun Tanpa Menggusur
-
Oleh karena itu, “Rekonstruksi peraturan terkait dengan hak cipta yang tidak diketahui penciptanya sangat diperlukan untuk mengantisipasi permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat, sehingga menciptakan sistem hukum yang lebih baik, adil, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” pungkas Agung.
Ia memberikan saran terhadap penelitian yang dikaji yaitu pembentukan lembaga khusus dalam mengelola royalti atas hak cipta yang tidak diketahui penciptanya, dan harus ada ketentuan yang menjelaskan mekanisme pengelolaan royalti secara rinci, transparan dan akuntabel, dengan melibatkan partisipasi publik dalam pengawasan.
Sebagai informasi, DJKI terus berupaya menjadi garda terdepan dalam melindungi karya cipta khususnya para pelaku industri kreatif, dan senantiasa membuka ruang publik dalam memberikan masukan terhadap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang sedang dalam proses revisi, yaitu Rancangan UU Nomor 28 Tahun 2014.(bur)
Dengan penelitian ini, Agung Damarsasongko resmi mendapatkan gelar doktor dengan nilai cumlaude dari Universitas Trisakti dari promosi doktor hukum. Agung berharap hasil penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap RUU Hak Cipta yang sedang dalam proses pengkajian khususnya mengenai peraturan pengelolaan royalti terhadap hak cipta yang tidak diketahui penciptanya. (Bur)
-
Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:
-
Tag :
-
Komentar :
-
Share :